Kocak Abis, Curhatan Makjleb Tukang Nugget Atas Naiknya Harga Telur
Oleh Arham Rasyid
TUKANG NUGGET IZIN CURHAT
Yang namanya bisnis pasti ada pasang surutnya, demikian pula bisnis kami.
Beberapa pekan terakhir produk nugget kami mengalami penurunan omzet.
Sebenarnya untuk menjaga gengsi bisa saja kami ngaku bukan omzet yang turun tapi minat beli yang gak naik. Tapi itu sama saja ngibuli diri sendiri.
Bisnis kecil kami ini memang bertumpu pada produksi dan distribusi. Untuk produksi kami pake bahan dasar ikan dan ayam. Belum lagi telur dan teman-temannya.
Persoalannya sekarang harga ikan naik hampir dua kali lipat. Kalo harga ayam sih gak usah ditanya, telurnya saja naik apalagi ayamnya.
Banyak spekulasi yg berkembang soal ini. Ada yang bilang telur naik ini imbas dari banyaknya orang yg bikin hajatan. Ada juga alasan karena naiknya harga pakan dan anak ayam. Bahkan ada versi yg mengatakan ayamnya sulit bertelur. Entah karena ayamnya ikutan stress melihat kondisi bangsa atau bagaimana. Yg pasti bukan karena ayamnya sudah capek bertelur dan minta operasi sesar.
Tapi kalo ditinjau dari segi medis, telur naik itu katanya wajar dan masih sehat. Kalo telur turun, itu baru gejala prostat.
Hukum pasar memang berlaku di sini, di mana harga otomatis naik saat permintaan makin banyak. Kebutuhan ayam diperkirakan akan terus meningkat hingga jelang idul adha. Semoga ini bukan karena fatwa bolehnya berkorban dengan ayam, yg dikeluarkan oleh para cendikiawan Anus atau Aliran Nusantara. Eeh sorry jadi ke mana-mana..
Oke, lanjut..
Itu tadi baru persoalan produksi, belum distribusi.
Untuk distribusi, masalahnya ada di tarif kurir yang mulai berubah perlahan-lahan, boleh jadi ini dampak dari BBM subsidi yg juga hilang perlahan-lahan.
Kurir adalah rakyat kelas menengah yang butuh BBM subsidi, tapi apa daya sekarang mau gak mau ikutan pake non subsidi.
Kalo terus-terusan begini, bisa-bisa kita pake burung merpati buat jasa ekspedisi.
Puyeng putar otak, solusi apalagi yang harus dicoba untuk menstabilkan laba.
Ganti jenis ikan sudah dicoba. Ganti harga juga sudah. Ganti karyawan juga pernah. Yang belum dicoba adalah ganti pres.. eeh maksudnya ganti persentase takaran bahan. Tapi ini beresiko terhadap kualitas rasa, makanya belum berani kami coba.
Sempat iseng kepikiran akan menjual saham 51 persen, kali aja ada yang khilaf mau beli. Atau alternatif lain melobi pihak asing, kali aja mau dibuatkan plakat Rumah Nugget Bersama.
Untuk sekadar menggenjot produksi beberapa hari yang lalu kami juga coba membuka lowongan karyawan. Tapi dari beberapa yg mendaftar sampe sekarang belum ada yg cocok.
Mungkin karena kami menerapkan sistem zonasi. Memprioritaskan yang sewilayah dulu untuk menekan biaya transportasi. Jadi gak usah kuatir dan gak perlu disidak, karena gak bakalan ada TKA di sini.
Yah, namanya juga usaha kecil-kecilan, jangan membayangkan perusahaan bonafid, apalagi berekspektasi tinggi soal gaji.
Jika ada yg mau daftar jadi karyawan dan mengirim surat lamaran dengan standar gaji di atas UMR, besar kemungkinan suratnya akan kami balas dengan SKTM.
Kami masih sebatas industri rumahan yg baru bergerak perlahan. Lebih tepatnya sih industri gubukan, karena semua produk dibuat di gubuk kecil kami yang sederhana.
Tapi biarpun begitu, kami tetap optimis gubuk sederhana ini kelak akan menghasilkan produk mendunia. Why not? bukankah juara dunia lari pun terlahir dari gubuk sederhana? Aamiin..
Terakhir, untuk para pemegang kebijakan. Tolonglah pikirkan nasib kami para pedagang ini.
Gak usah ayamnya deh, telurnya saja dulu. Distabilkan lagi dong harganya. Semacam peninjauan kembali, gitu.
Kalo negara lain bisa menurunkan kembali harga pasar, masa kita nggak?
Kalo begini terus, maka nugget, mpek-mpek, bakso tenes, atau kerak telor bakal kehilangan identitasnya, karena gak mungkin telurnya kami ganti dengan kinderjoy.[]
Sumber :www.tribunislam.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar