Bahkan kalau mau uji nyali sekaligus menguji kepiawaiannya mengulik segala sisi nara sumber, seharusnya pada saat menghadapi Megawati lah Najwa harus mampu tampil superior, harus bisa mendesak Megawati menjawab semua pertanyaannya, termasuk kalau Mega tak mau menjawab. Dari 2 episode ini – Megawati dan Angel Lelga – sebenarnya kita sudah bisa menilai kualitas Najwa Shihab sebagai host dan juga “arah” dari acara Mata Najwa.
Saya pikir setelah pindah stasiun TV, program Mata Najwa akan berubah format dan style. Ternyata dugaan saya keliru. Najwa justru makin menunjukkan “kualitas” yang sebenarnya. Betul memang Najwa selalu tampil mencecar, tapi ketika menghadapi Anies Baswedan cecaran Najwa sudah tak lagi proporsional bahkan sudah over dosis. Betapa tidak, pertanyaan yang dia lontarkan belum selesai di jawab Anies, Najwa sudah memotong dan mengajukan pertanyaan lain. Itu terjadi berulangkali bahkan nyaris setiap kali Anies menjawab, baru setengah jalan, sudah dipotong dan “dipaksa” untuk disimpulkan seperti maunya Najwa. Padahal, untuk setiap pertanyaan Anies selalu menjawab spontan, GPL alias gak pake lama, tanpa butuh waktu berpikir sambil “eh…, eh…, anu…”.
Simpulan yang dibuat Najwa untuk setiap jawaban Anies, bukanlah simpulan dari penjelasan Anies, melainkan simpulan yang ada di benak Najwa, simpulan yang sudah disiapkan sejak awal. Bahkan meskipun Anies menjelaskan ‘A’, Najwa tetap berusaha mengarahkan kesimpulan menjadi ‘B’. Untunglah Anies berjiwa petarung, dia bertahan, Anies terus melanjutkan argumennya dan menolak digiring Najwa untuk meng-iya-kan simpulan ‘B’ yang dipaksakan disodorkan Najwa. Najwa tidak lagi mencecar tapi memaksa agar tamunya menjawab sesuai keinginannya. Bagaimana mungkin untuk sebuah pertanyaan yang butuh penjelasan, eeeh…, ketika dijelaskan malah dipotong dan ditimpa pertanyaan lain.
Untunglah yang jadi tamu Anies Baswedan, dia hanya sedikit menegur Najwa dengan sepenggal kalimat singkat “eh, anda gak boleh begitu”. Coba kalau yang duduk di kursi Anies itu Ahok, kemudian merasa dicecar oleh host, bisa jadi sudah dimaki-maki dengan kata-kata kasar si host. Kelihatan sekali ada unsur emosional yang sangat besar porsinya, turut ambil bagian dalam penampilan Najwa Rabu malam lalu.
Saat mewawancarai Anies Baswedan, Najwa kelihatan “kalap”. Bahkan sempat beberapa kali dia bertindak sebagai provokator ketimbang host. Semestinya, jika Najwa percaya diri bahwa acaranya adalah tontonan berkelas dengan pertanyaan dan argumen berbobot, maka tentulah segmen pemirsanya dari kalangan “well educated”, pemirsa cerdas, yang tidak perlu diarahkan pemikirannya, tidak perlu didikte untuk membuat simpulan. Serahkan saja pada pemirsa untuk menyimpulkan. Tindakan Najwa yang memaksakan menyimpulkan hampir setiap jawaban Anies, dengan kesimpulan sumir, justru jadi point negatif bagi acara Mata Najwa episode 100 hari Anies Sandi. Apalagi menghadapi Sandi yang cool, Najwa langsung gagal total jadi provokator.
Pada sesi terakhir, Najwa menampilkan beberapa kutipan pernyataan Anies dan Sandi semasa kampanye, lalu segera diikuti tanya “apakah sekarang masih sama sikapnya?!”
Wah, tentu ini akan sangat menarik kalau Najwa bisa mengundang Presiden Joko Widodo.
Bisa ditayangkan cuplikan janji kampanye : akan menyetop hutang luar negeri jika terpilih jadi presiden. Apakah masih sama sikapnya?!
Akan mempersulit investasi asing, apakah sekarang masih sama sikapnya?!
Akan membuka 10 juta lapangan kerja, apakah sekarang masih sama sikapnya, terutama menyikapi maraknya tenaga kerja asal negeri tirai bambu yang bekerja di level unskilled worker?!
Sedih jika mendengar impor pangan, apakah masih sama sikapnya?!
Tidak akan bagi-bagi jabatan, apakah sekarang masih sama sikapnya?!
Melarang menterinya rangkap jabatan, apakah sekarang masih sama sikapnya?!
Nah, beranikah Najwa sebagai jurnalis dengan gaya khasnya bertanya begitu kepada pak Jokowi?!
Rasanya, saya sudah tahu jawabnya!
Alhasil, dengan kemunculan Mata Najwa pada Rabu malam kemarin, makin memperjelas “arah” dari program tersebut. Mungkin justru akan lebih menguntungkan kalau acara itu “dikomersiilkan” sekalian. Sekedar usul saja, terlanjur menuai hujatan, sindiran, mending sekalian dapat untung dari sisi materi. Ini kan sudah masuk tahun politik, sekalian “jual” saja program acara Mata Najwa kepada para politisi berduit atau partai politik. Siapa tokoh yang hendak “dijatuhkan” atau siapa tokoh yang hendak “dinaikkan”. Najwa tinggal membuat daftar pertanyaan. Dia bisa tampil seperti ketika menyerang Angel Lelga, atau sebaliknya seperti ketika memunculkan Megawati.
Bagaimana Mbak Nana? Toh untuk dijual sebagai program acara yang bernilai jurnalistik, acara Mata Najwa sudah terlanjur “cacat” karena cara Najwa yang keluar dari prinsip jurnalisme.
Mungkin ada satu pertanyaan yang perlu dijawab Najwa Shihab : anda mengundang tamu hadir ke acara anda untuk didengarkan, ataukah anda mengundang tamu untuk mendengarkan sang tuan rumah ngoceh? Kalau anda hanya butuh didengarkan, buat saja program bertajuk “KATA NAJWA”.[kk/wa]
Penulis: Iramawati Oemar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar