Guru Honorer: Ikhlas Ada Batasnya, Istigosah Sudah, Mau Mogok Dikotak... - BANDAR post

Hot

Rabu, 31 Oktober 2018

Guru Honorer: Ikhlas Ada Batasnya, Istigosah Sudah, Mau Mogok Dikotak...

Guru Honorer: Ikhlas Ada Batasnya, Istigosah Sudah, Mau Mogok Dikotak...

10Berita, Jember  - Guru tidak tetap (GTT) atau guru honorer dibutuhkan di Indonesia, namun mengalami diskriminasi, terutama dalam hal kesejahteraan. Mereka menuntut pemerintah memberikan perhatian dan menghadirkan keadilan.

Salah satu cerminan ketidakadilan yang dikeluhkan guru honorer adalah kesempatan mengikuti ujian seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil. Aturan melarang warga negara yang berusia di atas 35 tahun mengikuti ujian, yang ini sama saja menghilangkan kesempatan para guru honorer yang sudah bekerja belasan dan bahkan puluhan tahun. Padahal, status CPNS adalah jalan keluar untuk mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik.

"Gaji kami tidak banyak. Yang ada adalah kami merasa sedikit dari niat kami bisa membuahkan amal ibadah besar. Tapi ikhlas itu ada batasnya. Kalau selama puluhan tahu digaji Rp 300 ribu, Rp 700 ribu, atau Rp 1 juta, apalagi kalau sudah punya keluarga, tentu jauh dari kata cukup. Setiap harga BBM naik, sudah pasti harga bahan baku lain juga naik. Kami juga manusia yang jika terjepit juga akan menjerit," kata Ninit Kurniawati Rahman, Ketua Forum Guru Tidak Tetap-Pegawai Tidak Tetap SMA-SMK Jember di Jawa Timur.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur memang memberikan bantuan kesejahteraan untuk guru. Namun realisasi di lapangan tidak seperti yang diharapkan. "Misal gaji saya Rp 1 juta, dari Dinas Pendidikan Provinsi ada bantuan Rp 750 ribu (lewat sekolah). Sekolah hanya menambahkan Rp 250 ribu. Jadi mestinya ini bunyinya bukan bantuan kesejahteraan, tapi iming-iming," kata Ninit.

Surat penugasan untuk guru juga bermasalah. "Kami menberima hanya SK dari sekolah, tidak SK gubernur. Dengan adanya kemarin ribut soal PPG (Program Pendidikan Gratis), maka diadakan surat penugasan. Tapi semua rombongan, semua nama guru honorer di sekolah itu dijadikan satu SK. Bukan SK pribadi untuk kami mengajukan sertifikasi," keluh alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember ini.

Diskriminasi lainnya adalah soal pengembangan sumber daya manusia. Menurut Ninit, guru honorer tidak mendapat kesempatan untuk mengembangkan diri dengan bersekolah pascasarjana atau S2. "Kami pernah bertanya kenapa dari PNS saja yang dikirim. Para pimpinan kami mengatakan: nanti kalau GTT yang dikirim, maka kalau dapat (sudah menjadi) PNS akan kabur dari sini. Kami meski kabur masih di Indonesia, masih terap punya visi dan misi memperjuangkan generasi Indonesia menjadi generasi cerdas dan unggul," katanya.

Ninit dan guru honorer lainnya sudah tidak tahu hendak mengadukan nasib kepada siapa. "Istigosah sudah, mau mogok dikotak (dihambat). Rasanya tidak mungkin mengetuk hati pemimpin kami lagi," katanya.

Ninit mempertanyakan kebijakan pemerintahan Joko Widodo yang memutuskan mengangkat CPNS baru dan mengabaikan para guru honorer. "Kami juga pantas menjadi PNS. Tidak mengangkat dari yang baru," katanya.

Ninit menyindir pemerintah yang pernah menyatakan tak meiliki dana untuk mengangkat PNS. "Tapi karena ada politik pergantuian presiden, maka diadakan seleksi CPNS baru," katanya.

Ninit menolak anggapan bahwa kualitas guru honorer kalah dari guru PNS. "Saya dan beberapa teman adalah anggota tim pembuat naskah uji kompetensi nasional, sering di\undang di luar kota untuk menyusun soal-soal ujian nasional. Kualifikasi kami tidak kalah dengan PNS. Hanya labelnya yang membedakan," katanya, dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD Jember, di gedung parlemen, Senin (29/10'2018). [wir/kun]
Sumber: Beritajatim

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar