Sudjiwo Tedjo: Aku Bukan Pembela Rocky Gerung, Aku Enggak Pernah Nuduh Orang Tanpa Data Cukup
Pekerja Seni Sudjiwo Tedjo angkat bicara saat dirinya disebut mirip 'rasa' dengan pengamat politik Rocky Gerung.
Sudjiwo Tedjo - Capture/Kompas TV
BANDARpost - Pekerja seni Sudjiwo Tedjo angkat bicara saat dirinya disebut mirip 'rasa' dengan pengamat politik Rocky Gerung.
Dilansir oleh TribunWow.com, hal itu ia sampaikan melalui akun Twitter@sudjiwotedjo pada Sabtu (26/1/2019).
Awalnya, Sudjiwo Tedjo mengunggah cuitan mengenai imbauan agar tidak golput saat Pemilu.
Menurutnya hal itu bisa dilakukan sebagai upaya agar orang jahat tidak jadi pemimpin.
“Mari jgn Golput utk mencegah orang jahat jd pemimpin” itu hanya bener kalau yg kita coblos memang orang yg gak jahat.
Gmn kalau yang kita coblos justru orang jahat tapi dipoles seakan tak jahat dalam era Post Truth ini, era ketika kebenaran ud gak penting yg penting polesannya?," tulis Sudjiwo Tedjo.
Postingan itu lantas mendapat komentar dari netter akun @ayah_farid.
Akun tersebut menyamakan Sudjiwo Tedjodengan Rocky Gerung.
Ia bahkan menyindir soal gelar profesor Rocky Gerung.
"Sujiwo tedjo rasa rocky gerung. Sepeeti menular sindrom yg di idap rocky gerung ke si mbah. Bedanya si mbah belum mengaku profesor aja," kata dia.
Menanggapi hal itu, Sudjiwo Tedjomengungkapkan bahwa ia bukanlah pembela Rocky Gerung.
Melainkan pembela data.
Ia pun menyebutkan sejumlah data terkait Rocky Gerung.
Lebih lanjut, Sudjiwo Tedjo menegaskan dirinya tidak akan pernah menuduh orang tanpa data yang cukup.
"Aku bukan pembela Rocky Gerung atau siapa pun. Aku pembela data:
1) Rocky tak pernah mengaku dia profesor. Orang2 yg melabeli dia Prof;
2) Jauh sblm ada fenomena Rocky, aku dan buku2 yg kutulis sejak 2002 ud kek gini.
Sebobrok2 moralku, aku gak pernah nuduh org tanpa data cukup," ungkap Sudjiwo Tedjo.
Sudjiwo Tedjo juga memberikan peringatakan terkait era Post Truth di mana para pemimpin yang baik jadi terlihat jelek, dan sebaliknya.
"Gmn kalau yang paling jelek hanyalah paling jelek menurut polesan media?
Sejatinya agak baikan dibanding yang oleh media dipoles agak baikan.
Ingat, ini era Post Truth.. yang lebih jahat bisa dipoles lebih baik," katanya.
Sementara itu, melalui unggahan lainnya, Sudjiwo Tedjo sempat mencuitkan soal golput.
Sudjiwo Tedjo terlihat sempat menyindir kampanye para pasangan calon yang minim adu program.
"Nyuruh jangan Golput, tapi kampanye antara 2 kubu minim adu program. 22nya cuma balas2an receh model2 ginian:
“Pemimpin yg suka cuci tangan akan gampang memborong sabun rakyat” || “Mending borong sabun rakyat drpd beli kuda impor.”
Terus kalau Golput tambah meluas, marah2?,"tulisnya.
Diberitakan sebelumnya, golput atau tidak memberikan hak suaranya dalam pemilu kini santer menjadi perbincangan.
Hal tersebut menyusul peraturan bahwa golput tidak termasuk tindak pidana, melainkan hak warga negara.
Direktur Utama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Budiman memastikan bahwa seseorang yang tidak menggunakan hak pilihnya tidak termasuk dalam 12 larangan mengekspresikan hak politik seperti yang diatur Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2017.
"Dalam pasal tersebut tidak satu pun melarang kita menggunakan kedaulatan kita sebagai rakyat untuk tidak memilih," kata Arif saat konferensi pers Koalisi Masyarakat Sipil di Kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Rabu (23/1/2019), dikutip dari Tribunnews.com.
"Kedaulatan setiap warga negara untuk menentukan sikap dan ekspresi politiknya. Dan memilih tidak berarti harus memilih satu atau dua. Memilih itu bisa dengan opsi lain. Dan saya pikir opsi untuk tidak memilih adalah pilihan," imbuh Arif. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)
Sumber : TRIBUNWOW.COM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar