Pembunuhan terkait capres di Sampang: Diduga 'beda pilihan presiden, asal tidak saling menghina'
BANDARpost, Calon presiden Joko Widodo dan saingannya, Prabowo, dianggap telah berusaha menunjukkan keharmonisan di tengah kontestasi untuk memperebutkan kursi presiden.
Kubu pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dan saingan mereka, Joko Widodo-Ma'ruf Amin, dinilai telah melakukan sejumlah langkah untuk mencegah percekcokan di kalangan akar rumput tetapi pernyataan dan tindakan para elite tidak sepenuhnya menyentuh lapisan bawah sehingga konflik horisontal rentan terjadi.
Penilaian itu disampaikan oleh praktisi media sosial, Nukman Luthfie, ketika dimintai penilaiannya sehubungan dengan pembunuhan di Sampang, Madura, Jawa Timur, pekan lalu. Kasus itu diduga awalnya dilatari oleh perbedaan pilihan calon presiden yang diekspresikan lewat media sosial.
"Tim resmi dari kedua kubu pasti sudah berbicara secara benar, menenangkan para pendukunya. Tetapi tetap saja ada pendukung garis keras yang gampang tersulut. Masalahnya ada pihak-pihak yang terjangkau tim resmi," jelas Nukman Luthfie dalam wawancara dengan BBC News Indonesia, Senin (26/11).
Percekcokan antara dua pendukung di dunia maya, menurut polisi berdasarkan hasil penyidikan sementara, kemudian berkembang menjadi pertarungan fisik yang berujung pada penembakan salah satu di antara mereka.
Kedua orang itu, menurut Nukman Lutfie, kemungkinan termasuk kalangan yang tidak terjangkau oleh tim kampanye resmi kedua kubu calon presiden, meskipun elite di tataran atas tampak menunjukkan keharmonisan hubungan.
'Elite berangkulan tapi tidak sampai ke bawah'
Ia mencontohkan tindakan yang dilakukan oleh Jokowi dan Prabowo ketika berangkulan menyambut atlet pencak silat yang sukses maraih medali dalam ajang Asian Games Agustus lalu.
"Orang sudah tahu bahwa yang di atas itu sebetulnya rukun tetapi pesan itu tidak sampai ke bawah. Bawah tetap saja bertengkar, tetapi bertengkar karena bukan soal beda pilihan presiden tapi karena hina menghina yang akhirnya membawa ke pertengkaran fisik.
"Beda politik tidak masalah, beda pilihan presiden tidak masalah, asal jangan sampai keluar kata-kata yang kemudian menimbulkan rasa marah yang luar biasa," paparnya.
Sosialisasi pemilu dilakukan untuk memastikan seluruh pemilih tercatat pada daftar pemilih tetap pada Pemilu 2019.
Ketua Direktorat Relawan Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Ferry Mursyidan Baldan, mengaku kubunya telah menempuh sejumlah langkah untuk mencegah para pendukung terpancing emosi.
Pertama, sebagaimana dilakukan oleh calon presiden Prabowo Subianto, anggota tim pemenangan juga memberikan contoh dengan melakukan tindakan-tindakan kecil seperti merangkul atau berswafoto bersama dengan tim lawan, kata mantan politikus Golkar dan Nasdem itu.
"Ada yang kita lakukan dengan cara menegaskan cara kita bersikap pada tataran elite karena itu juga menuntut sebuah contoh. Ada beberapa hal yang kita sampaikan dalam sebuah realitas, misalnya, bagaimana menghadapi dinamika dalam rangka upaya pengaruh-mempengaruhi.
"Kita jangan pernah berhenti mengatakan bahwa pemilu ini adalah simbol peradaban maka kampanye sebagai upaya untuk mempengaruhi orang supaya mau memilih pasangan yang kita kampanyekan, maka cara-cara beradab juga yang harus dikedepankan," kata Ferry Mursyidan Baldan.
'Dakwah kebangsaan'
Adapun kubu calon petahana Presiden Joko Widodo dan calon wakil presiden Ma'ruf Amin mengklaim mempunyai setidaknya dua jurus untuk mencegah gesekan sosial.
"Pertama, edukasi politik. Lewat aplikasi yang kita miliki kita memberikan pemahaman bahwa pilpres ini hanya kontestasi demokrasi di mana beda pilihan tidak harus membuat keretakan sosial," papar Direktur Relawan Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Maman Imanulhaq.
"Kedua, kami pun turun ke daerah-daerah melakukan pengarahan, terutama kepada para relawan, agar mereka hanya mensosialisasikan hal-hal yang positif, memperkuat persaudaraan, dan tentu menghindari fitnah, hoaks dan adu domba," tambahnya.
Mural di Depok, Jawa Barat ini mengajak masyarakat agar menghargai perbedaan, toleransi dan tetap menjaga persaudaraan dalam tahun politik 2019.
Pihaknya, lanjut Maman Imanulhaq, juga melakukan dialog antaragama untuk menyebarkan nilai-nilai demokrasi di rumah-rumah ibadah lewat apa yang disebutnya sebagai 'dakwah kebangsaan', yaitu menghindari dakwah-dakwah yang menyebarkan kebencian.
Menjelang Pemilu dan Pilpres 2019, potensi konflik horisontal di media sosial semakin meningkat, kata Plt. Kepala Biro Humas Kementerian Komunikasi dan Informatika, Ferdinandus Setu.
Indikasi itu, antara lain dapat dilihat dari jumlah konten provokasi, menyebarkan kebencian antar golongan, antar pendukung calon presiden nomor urut satu dan nomor urut dua, yang telah diblokir.
"Ada sekitar 6.000 selama kurun dua bulan terakhir di seluruh platform; Twitter, Instagram, Facebook, WhatsApp Group atas permintaan orang.
"Kalau WhatsApp Group karena komuniasi privat maka kita menunggu permintaan dari anggota grup yang merasa sebuah konten dianggap memprovokasi atau menyebarkan kebencian," jelas Ferdinandus Setu dalam wawancara dengan BBC News melalui sambungan telepon, Senin (26/11).
Sumber : BBC News Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar