KAMPUS ADALAH RUANG AKADEMIK, RUANG NALAR DAN ILMU, SELAMATKAN DARI INTERVENSI KEKUASAAN
Oleh: Muhammad Nur Rakhmad, S.H.
LBH PELITA UMAT Korwil Jatim
BANDARpost, LBH PELITA UMAT Jakarta (pusat), telah membuat pernyataan bersama, dengan ALIANSI TIM BANTUAN HUKUM PERSAUDARAAN ALUMNI 212 PERIHAL : KECAMAN TERHADAP MARAKNYA TINDAKAN PERSEKUSI, INTIMIDASI, KRIMINALISASI, TEROR DAN ANCAMAN TERHADAP TOKOH DAN AKTIVIS PERGERAKAN SIVITAS AKADEMIKA.
Pernyataan ini penting, mengingat tindakan persekusi dan intimidasi diruang kampus tidak saja terjadi di Jakarta, namun tindakan ini terjadi juga di Surabaya. Prof. Daniel M. Rasyid, adalah salah satu akademisi kampus di Surabaya yang menjadi korban keganasan kebijakan Kemenristekdikti.
Publik harus melihat persoalan ini lebih luas, tidak sekedar persekusi terhadap sivitas akademika, tetapi yang lebih bahaya adalah proses pemandulan ilmu dan daya kritis kampus. Sebagaimana diketahui, banyak proses transformasi perubahan berasal dari benih yang disemai dilingkungan kampus.
Kemerdekaan berfikir kampus yang lepas dari intervensi kekuasan, mampu menjadikan kampus sebagai produsen pemikiran sebagai peta perubahan bangsa menuju keadaan yang lebih baik. Negara tidak boleh membelenggu kebebasan ilmu dan ruang akademik kampus, dengan memaksa sivitas akademika taklid buta pada logika penguasa, dengan dalih memberantas radikalisme kampus.
Persoalan menjadi semakin rumit, jika sampai muncul keengganan berfikir pada diri sivitas akademika, akibat pasung dan belenggu tiran yang dikalungkan penguasa. Dosen dan mahasiswa di teror, dihadapkan pada MAHKAMAH INKUISISI, dipaksa mengambil pilihan keyakinan intelektual sebagaimana telah ditetapkan penguasa.
Kami melihat, Pemerintah belum cukup mengambil serangkaian kebijakan pendekatan dialog dan diskusi ilmiah dalam persoalan ini. Yang terlihat, justru Pemerintah melalui Kemenristekdikti mempertontonkan kejumawaan selaku pihak yang memiliki kuasa, dengan memaksakan kehendak atas tafsir penyelenggaraan pendidikan tinggi dilingkungan kampus.
Keadaan ini menjadikan suasana kampus mencekam, dipenuhi teror dan ancaman psikologis. Dosen dan mahasiswa, tidak lagi bisa secara bebas menyampaikan ide dan pemikiran kritisnya, atas adanya kekhawatiran melampaui tafsir kebenaran penguasa, dan khawatir atas tindakan persekusi dan penjatuhan sanksi.
Karenanya, diperlukan kerja-kerja kolektif dan saling sinergi antar berbagai simpul umat, para akademisi, aktivis pergerakan, pemuda dan mahasiswa khususnya para pejuang hukum dan keadilan, untuk memberikan perlindungan dan bantuan hukum kepada jajaran sivitas akademika.
Tindakan advokasi tidak sebatas penindakan secara hukum atas pelanggaran yang terjadi, tetapi juga melakukan pemberdayaan (empowering) terhadap dosen dan mahasiswa, agar tindakan persekusi terhadap sivitas akademika dapat dicegah sejak dini.
Kami menginsyafi, tindakan penguasa dengan seluruh organ kekuasaannya tentu memiliki pengaruh signifikan ketimbang ikhtiar lembaga bantuan hukum yang bekerja secara nirlaba. Hanya saja, jika kekuatan kolektif umat bisa disinergikan, bukan mustahil kezaliman ini bisa segera dihentikan.
Sebagai seorang muslim, dakwah menyeru pada Islam, memberi pembelaan dan dukungan atas setiap upaya dan ikhtiar mencari keadilan adalah ibadah. Apalagi, ibadah di bulan suci Ramadhan tentu pahalanya lebih berlimpah.
Untuk mengadvokasi hal ini, LBH PELITA UMAT Korwil Jatim telah membuka posko pengaduan, untuk menampung dan menindaklanjuti secara hukum setiap dugaan pelanggaran dilingkungan sivitas akademika, baik dugaan pelanggaran perdata, pidana, tata usaha negara jingga dugaan pelanggaran HAM atas hak berkumpul, berserikat dan menyatakan pendapat. LBH PELITA umat serius menindaklanjuti amanah Persaudaraan Alumni 212, untuk memberiab komitmen dan bantuan hukum. [].
Sumber :Dakwah media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar