PKS: Usaha Majukan Kembali JK Tunjukkan Ketidakpercayaan Koalisi Jokowi Menghadapi Pilpres
Mardani Ali Sera
BANDARpost , JAKARTA - Memajukan kembali Jusuf Kalla (JK) menjadi pendamping Joko Widodo (Jokowi) di Pilpres 2019 menunjukan ketidakpercayaan koalisi petahana.
Karena menurut Elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah membuat Peraturan KPU (PKPU) berbasis Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Khususnya pada poin batasan jabatan Presiden dan Wakil Presiden selama dua periode.
"Usaha untuk memajukan kembali pak JK menunjukkan ketidak-percayaan Koalisi Pak Jokowi menghadapi Pilpres," ujar Ketua Tim Pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilgub DKI Jakarta ini kepada Tribunnews.com, Kamis (3/5/2018).
Tentu kata dia, mahkamah Konstitusi (MK) punya hak menguji UU terkait batasan jabatan Presiden dan Wakil Presiden selam dua periode.
Tapi sekali lagi, Wakil Ketua Komisi II DPR RI menilai mendorong JK menjadi Wakil Presiden untuk Jokowi untuk periode 2019-2023 itu menunjukkan betapa rumit koalisi besar Jokowi dalam menyatukan pendapat.
Dan menurut Mardani, kondisi kian berantakan jika MK menguatkan UU Nomor 7 yang sedang digugat.
Sebelumnya Koordinator Bidang Perekonomian Partai Golkar Aziz Syamsuddin menilai Wakil Presiden JK masih bisa menjadi calon wapres alternatif untuk mendampingi Presiden Joko Widodo.
Bahkan, ia menilai JK bisa menjadi penengah di antara partai koalisi pengusung Jokowi.
"Bisa jadi peneduh, dan seperti pohon beringin bisa jadi penengah terhadap seluruh instrumen-instrumen yang ada di masyarakat," kata Aziz di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Rabu (2/5/2018).
Aziz bahkan menyatakan, partainya akan mendukung jika Kalla dipilih sebagai cawapres. Apalagi, Partai Golkar telah menyerahkan sepenuhnya hal itu kepada Jokowi.
Terlebih, kata Aziz, JK merupakan mantan ketua umum Partai Golkar, sehingga punya basis massa yang kuat, khususnya di Indonesia Timur.
Ketokohan JK, di Indonesia Timur, menurut Aziz, akan mendongkrak elektabilitas Jokowi di sana.
"Karena kan figur Pak JK (Jusuf Kalla) ini kan sebagai ketum 2004-2009 punya faktor. Tentu faktor figur dari beliau juga akan pengaruhi. Juga faktor dia dari Indonesai Timur," ujar Aziz.
Namun, lanjut Aziz, dukungan akan diberikan jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi terkait persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Selain itu, Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan".
Sebelumya, gugatan uji materi ke MK dilayangkan oleh pemohon Muhammad Hafidz, Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa dan Perkumpulan Rakyat Proletar.
Pemohon menginginkan kedua norma dalam UU Pemilu, yang mengatur syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama, ditafsirkan tidak berturut-turut.
Sebab, dengan aturan itu, maka Jusuf Kallatidak bisa masuk lagi di Pilpres 2019 sebagai cawapres. Pasal 16 huruf dan huruf 227 huruf I UU Pemilu memberikan syarat bagi presiden dan Wakil Presiden, yaitu: belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama, dan surat pemberitahuan belum pernah menjadi Presiden dan Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan yang sama.
Para pemohon merasa dirugikan secara konstitusi bila Jusuf Kalla tidak bisa maju lagi mendampingi Jokowi dalam Pilpres 2019. Sebab, selama ini duet Jokowi-JK dinilai memiliki komitmen nyata dalam penciptaan lapangan kerja.(*)
Sumber :Tribun News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar