Dalang Kondang dan Bupati Ki Enthus Meninggal, Prestasinya Mendunia Sampai AS dan Filipina - BANDAR post

Hot

Senin, 14 Mei 2018

Dalang Kondang dan Bupati Ki Enthus Meninggal, Prestasinya Mendunia Sampai AS dan Filipina

Dalang Kondang dan Bupati Ki Enthus Meninggal, Prestasinya Mendunia Sampai AS dan Filipina

Ki Enthus Susmono, Bupati Tegal

BANDARpost - Ki Enthus Susmono, Bupati Tegal Petahana periode 2014 - 2018 dikabarkan wafat di RSUD Soesilo, Slawi, Senin (14/5/2018) pukul 19.15 WIB.

Kabar itu dibenarkan Humas Pemkab Tegal, Harri Nugroho saat dihubungi Tribunjateng.com baru ini.

Ia menyebut belum mengetahui pasti penyebab wafatnya sosok Budayawan asal Tegal yang satu ini.

Namun dari kabar yang beredar, Bupati Tegal petahana ini meninggal dunia diduga karena sakit Jantung.

"Saya belum tahu penyebab pasti. Ini kami sedang di rumah sakit," ucap Harri saat dikontak.

Kabar meninggalnya Ki Enthus juga dikabarkan Pjs Bupati Tegal, Sinoeng Rachmadi Noegroho dalam pesan singkat

Innalilahiwainailahirojiun telah meninggal dunia Bp H Enthus Soesmono pd hari ini, Senin 14 Mei 2018 pukul 19.10 WIB.

InsyaaAlloh akan dimakamkan besok siang.

Info lanjut menunggu keluarga.

Ki Enthus Susmono (lahir di Tegal, 21 Juni 1966; umur 51 tahun) adalah seorang dalang berkebangsaan Indonesia. Sejak 8 Januari 2014, ia dilantik sebagai Bupati Tegal oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, untuk periode 2014-2019.

Karena ketokohannya di dunia pedalangan, pada tahun 2005, dia menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang seni-budaya dari International Universitas Missouri, U.S.A dan Laguna College of Bussines and Arts, Calamba, Philippines(2005).

Selain berbagai penghargaan telah diterima, ratusan karyanya juga tersimpan dalam museum antara lain di Belanda, Jerman, dan New Mexico.

Kehidupan Pribadi

Enthus dibesarkan dari lingkungan keluarga dalang. Ia adalah anak semata wayang Soemarjadihardja, dalang wayang golèk Tegal dengan istri ke-tiga bernama Tarminah.

Bahkan kakek moyangnya, R.M. Singadimedja, merupakan dalang terkenal dari Bagelen pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat di Mataram.

KI Enthus, begitu sapaannya, dengan segala kiprahnya yang kreatif, inovatif serta intensitas eksplorasi yang tinggi, telah mengantarkan dirinya menjadi salah satu dalang kondang dan terbaik yang dimiliki Indonesia.

Pikiran dan darah segarnya mampu menjawab tantangan dan tuntutan yang disodorkan oleh dunianya, yaitu jagat pewayangan.

Gaya sabetannya yang khas, kombinasi sabet wayang golek dan wayang kulit membuat pertunjukannya berbeda dengan dalang-dalang lainnya. Ia juga memiliki kemampuan dan kepekaan dalam menyusun komposisi musik, baik modern maupun tradisi (gamelan).

Kekuatan mengintrepretasi dan mengadaptasi cerita serta kejelian membaca isu-isu terkini membuat gaya pakeliran-nya menjadi hidup dan interaktif. Didukung eksplorasi pengelolaan ruang artisitik kelir menjadikannya lakon-lakon yang ia bawakan bak pertunjukan opera wayang yang komunikatif, spektakuler, aktual, dan menghibur.

Pada tahun 2005, dia terpilih menjadi dalang terbaik se-Indonesia dalam Festival Wayang Indonesia yang diselanggarakan di Taman Budaya Jawa Timur. Dan pada tahun 2008 ini dia mewakili Indonesia dalam event Festival Wayang Internasional di Denpasar, Bali.

Ia adalah salah satu dalang yang mampu membawa pertunjukan wayang menjadi media komunikasi dan dakwah secara efektif.

Pertunjukan wayangnya kerap dijadikan sebagai ujung tombak untuk menyampaikan program-program pemerintah kepada masyarakat seperti: kampanye; anti-narkoba, anti-HIV/Aids, HAM, Global Warming, program KB, pemilu damai, dan lain-lain.

Di samping itu dia juga aktif mendalang di beberapa pondok pesantren melalui media Wayang Wali Sanga.

Kemahiran dan ‘kenakalannya’ mendesain wayang-wayang baru/kontemporer seperti wayang George Bush, Saddam Hussein, Osama bin Laden, Gunungan Tsunami Aceh, Gunungan Harry Potter, Batman, wayang alien, wayang tokoh-tokoh politik, dan lain-lain membuat pertunjukannya selalu segar, penuh daya kejut, dan mampu menembus beragam segmen masyarakat. Ribuan penonton selalu membanjiri saat ia mendalang.

Keberaniannya melontarkan kritik terbuka dalam setiap pertunjukan wayangnya, memosisikan tontonan wayang bukan sekadar media hiburan, melainkan juga sebagai media alternatif untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.

Sumber : TRIBUN-MEDAN.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar