Miras; Kerap Disita namun Tetap Legal Diproduksi
Oleh: Lisa Budiarti
Pegiat Dakwah Remaja – Cilacap
lisabudiarti93@gmail.com
10Berita, BERAPA banyak lagi orang yang tewas karena miras, sehingga mampu membuka mata penguasa untuk menetapkan miras sebagai barang haram layaknya narkoba?
Pada Kamis (26/4/2018) miras oplosan kembali memakan korban jiwa.Dikutip dari harian Radar Banyumas tiga orang meregang nyawa setelah menenggak minuman campuran antara miras berjenis vodka dengan teh berkarbonasi dan obat batuk cair. Beberapa waktu lalu di daerah Bandung, Jakarta, Sukabumi puluhan orang meninggal dunia akibat miras oplosan.
Fenomena miras oplosan yang menelan korban jiwa nampaknya sudah menjadi masalah yang sangat serius, mungkin bisa dikatakan Indonesia ‘darurat miras.’ Peredaran miras yang kian merajalela semakin tidak terkendali.
Kendati demikian pemerintah tidak kunjung memutuskan untuk mengkategorikan Miras sebagai barang haram untuk dikonsumsi ataupun diperjualbelikan. Pemerintah tetap melegalkan miras dengan cara ‘diatur peredarannya.’
Pemerintah berdalih tidak semua orang mengharamkan miras, kalau tidak di atur peredaraanya maka miras ilegal akan merajalela, jika miras dilarang maka jumlah kunjungan wisatawan asing akan berkurang dan masih banyak lagi dalih-dalih yang di ucapkan pemerintah.
Selain bisa didapatkan di mana saja, siapa saja pun bisa menikmatinya. Banyak tempat-tempat hiburan malah dengan terang-terangan menyediakan minuman memabukkan ini. Mereka bisa melakukan hal itu karena berlindung di balik aturan negara yakni pajak. Siapapun yang bisa membayar pajak maka diperbolehkan berjualan miras.
Sejauh ini negara memang tidak pernah melarang keberadaan miras. Meski miras digolongkan menjadi tiga kategori yakni golongan A (kadar etanol kurang dari 5%), golongan B (5-20%), dan golongan C (20-55%). Semua golongan bisa didapatkan. Yang golongan A malah dijual bebas. Sedangkan golongan B dan C, pembeli harus bisa menunjukkan identitasnya.
Kerap disita paksa namun tetap diproduksi
Menjelang Ramadhan seperti sekarang ini, banyak sekali berita-berita penertiban dan penggerebekan tempat-tempat hiburan malam dan penyitaan sejumlah miras. Baik pihak kepolisian maupun satpol PP berdalih untuk menjaga keamanan dan ketertiban sehingga tidak mengganggu umat Islam yang sedang menjalankan ibadah puasa. Jikapun tidak dilakukan di bulan puasa aksi penggrebekan dilakukan untuk mengantisipasi beredarnya miras oplosan yang membahayakan.
Sesuatu yang aneh, di satu sisi negara khawatir akan dampak buruk mengkonsumsi miras namun di satu sisi negara juga tetap melegalkan miras dengan adanya Perpres No.74/2013 tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkhohol yang menjadi dasar dikeluarkannya Permendag No 06/2015 yang melarang total minimarket/toko menjual segala jenis miras dan kepemilikan saham di pabriknya. Alih-alih ingin meminimalisir dampak buruk dari miras negara justru menjaga agar tetap ada konsumen miras.
Padahal jika negara mau serius mengelola SDA negara tidak perlu memungut uang pajak dari rakyat apalagi pajak dari penjualan barang haram. Sikap pemerintah ini tak lepas dari kecenderungannya berpihak kepada para kapitalis dan prinsip bernegara yang menjadikan sekulerisme sebagai acuan. Prinsip kebebasan yang menjadikan pemerintah ambigu dalam mengambil kebijakan.
Hal ini membuktikan bahwa negara tidak serius memberantas miras hingga ke akarnya. Pemberantasan dilakukan hanya sebatas pada pedagang skala kecil, industri rumahan dan warung-warung kecil. Sebab tempat-tempat hiburan elit seperti karaoke, diskotik dan hotel jarang tersentuh oleh mereka. Kenapa? Karena jumlah pajak yang disetorkan oleh mereka cukup besar dan pajak itu menjadi salah satu sumber pendapatan negara.
Miras legal sama bahayanya dengan miras oplosan
Bukan hanya miras oplosan saja yang mematikan, miras legal pun sama bisa saja merenggut nyawa seseorang. Banyak kecelakaan terjadi akibat pengemudi mengkonsumsi miras. Aksi-aksi kejahatan seperti perampokan, pembegalan dan pemerkosaan juga berawal dari konsumsi miras. Belum lagi efek buruk bagi kesehatan tubuh.
Tidak ada alasan untuk tetap melegalkan miras
Sejatinya miras tetap ada karena negara tidak menutup total peredaran dan produksinya. Padahal negara ini adalah negara yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Dimana miras mutlak diharamkan dalam agama Islam. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah semua itu agar kalian beruntung.” (QS al-Maidah [5]: 90).
Karena itu aneka jenis khamr harus dibabat habis dari masyarakat. Hal itu bisa dipahami dari laknat Rasulullah SAW terhadap 10 pihak terkait khamr:
“Rasulullah SAW telah melaknat dalam hal khamr sepuluh pihak: pemerasnya, yang minta diperaskan, peminumnya, pembawanya, yang minta dibawakan, penuangnya, penjualnya, pemakan harganya, pembelinya dan yang minta dibelikan.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibn Majah).
Semua itu hanya bisa diwujudkan manakala negara menerapkan aturan Islam secara total. Bukan hanya miras saja yang berhasil di berantas akan tetapi aksi-aksi kejahatan pun bisa diminimalisir dan keberkahan akan di dapat untuk negara ini. Wallahu’alam bish shawab []
Sumber : Islampos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar