Kala Dering Alarm HP Jadi Pengganti Suara Adzan di Perbatasan Timor Leste - BANDAR post

Hot

Kamis, 26 Juli 2018

Kala Dering Alarm HP Jadi Pengganti Suara Adzan di Perbatasan Timor Leste

Kala Dering Alarm HP Jadi Pengganti Suara Adzan di Perbatasan Timor Leste

BANDARpost – Kala adzan berkumandang, maka bergegaslah seluruh umat muslim untuk segera melaksanakan shalat fardhu. Namun, apa yang terjadi jika adzan tak terdengar? Muslim di perbatasan Indonesia dan Timor Leste, rupanya mengandalkan alarm untuk mengetahui waktu shalat.

Salah satunya adalah anggota Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD), Supendik, asli Mojokerto, Jawa Timur, yang sedang bertugas menjaga perbatasan. Ia hanya mengandalkan alarm handphone untuk mengetahui waktu shalat, karena suara adzan memang hampir tidak terdengar di perbatasan.

“Kalau adzan paling kita dengar alarm handphone saja, baru shalat,” ujar Supendik saat ditemui Republika.co.id di Perbatasan Indonesia dan Timor Leste, Minggu (22/7), ketika senja hampir menenggalamkan matahari.

adzan-1

Adzan menjadi hal yang tidak mungkin terdengar di perbatasan karena memang masyarakatnya mayoritas beragama non muslim. Ditambah lagi, masyarakat setempat memang melarang pembangunan permanen masjid ataupun mushola di wilayah perbatasan.

Republika.co.id memang sempat mencoba menatap ke setiap sudut, mencari tanda keberadaan mushola namun memang nihil. Dan memang selain di pusat Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), Republika sudah mencoba mencari kumandang azan tetapi juga nihil, memang masyarakatnya mayoritas non muslim sehingga lebih banyak terlihat gereja-gereja.

Mencapai pos perbatasan dari pusat Atambua, memakan waktu sekitar satu jam dengan kecepatan mobil stabil 80 kilometer per jam. Pengendara mobil juga harus berhati-hati, karena jalanan lingkar luar Atambua ini kebanyakan berkelok-kelok dan naik turun, lantaran memang jalan berada di bibir perbukitan.

Begitu pun untuk menuju masjid terdekat, jalanannya juga berkelok dan naik turun sehingga umat muslim di pos perbatasan memilih untuk shalat dalam ruangan yang mereka buat, dibanding harus shalat di masjid. “Kalau masjid di sini hanya satu, daerah Atapupu sana, kalau perjalanan kurang lebih 45 menit. Mushala kita buat sendiri di pos ini, kita-kita sendiri saja,” ujar Supendik.

180725141708-487

Lagipula, mereka juga tidak diizinkan meninggalkan pos jaga mereka, kecuali pada hari Jumat saat mereka hendak melaksanakan shalat Jumat. Mereka bersama delapan anggota TNI AD lainnya yang beragama muslim, akan melakukan konvoi menuju satu-satunya masjid di Atapupu.

Ia menyebut memang anggota TNI AD yang beragama muslim ada delapan orang dari 14 orang yang bertugas di sana, yang beragama muslim ada juga yang berasal dari Lombok, NTB. “Kalau kita naik kendaraan itu pas hanya shalat Jumat saja, kita pakai mobil danki (komandan kompi) untuk konvoi ke masjid. Selain itu ya kita tak bisa, karena sudah jauh,” ujar lelaki berdarah Jawa itu tapi logat bicaranya sudah persis dengan masyarakat Atambua.

Tidak dibangunnya masjid ataupun mushala di sekitar perbatasan, memang dilarang oleh masyarakat setempat, lebih tepatnya tidak boleh membangun secara permanen. Masyarakat setempat hanya tidak boleh mendirikan bangunannya saja, tetapi boleh mendirikan shalat.

“Di sini mau dibangun mushala masyarakatnya protes di sini, ibaratnya kalau di wilayah mayoritas muslim ada yang larang bikin gereja, di sini mayoritas non muslim ya dilarang bangun masjid. Tidak boleh bangun mushola permanen,” jelas Supendik.

Meski dilarang, tidak ada masyarakat muslim yang memaksa untuk membangun mushola atau masjid, apalagi sampai bentrok. Karena mereka sangat menjunjung tinggi toleransi, NTT adalah toleransi beragama paling baik sepanjang Supendik pernah bertugas di wilayah Indonesia.

“Tidak pernah ada (masyarakat memaksa bangun masjid atau pembongkaran paksa). Di sini toleransinya sangat bagus. Toleransi umat beragama paling bagus hanya di NTT saja. Mungkin karena turun temurun ada pernikahan, ada nasrani masuk muslim,” jelas dia.

Selain di Atapupu, Supendik mengatakan, ada juga masjid ke arah Dili, ibu kota negara Timor Leste, namun harus ditempuh dalam perjalanan 2-3 jam. Sementara di pusat kota Dili, juga ada Masjid Agung yang tentunya suara adzan berkumandang di sana. (rol)

Sumber : Eramuslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar